1. Sayyid
muhammad husein tabataba’i
Subhanaallah...
kata yang patut kita ucapkan tatkala melihat sesuatu yang mencengangkan dan
membuat kita kagum/takjub keyika melihat segala sesuatu yang Allah ciptakan
dimuka bumi ini. Anak ini yang pertama mampu menyampaikan semua keinginan dan
percakapan sehari-hari dengan menggunakan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i, lahir pada
tanggal 16 Februari 1991 di kota Qom, sekitar 135 kilometer dari Teheran, ibu
kota Iran. Dia adalah Doktor Cilik Hafal dan Paham Al-Qur’an.
Husein
mendapat gelar Doktor pada usia 7 tahun di Hijaz Collage Islamic University
yang terletak di jantung wilayah Kerajaan Inggris, sekitar 32 kilometer dari
kota Birmingham. Dia menjalani ujian selama 210 menit dan memperoleh nilai 93.
Husein menjalani ujian dalam dua kali pertemuan. Ujian yang harus dilaluinya
meliputi lima bidang. Yakni, menghafal Al-Qur’an dan menerjemahkannya ke dalam
bahasa persia, menerangkan topik ayat Al-Qur’an, menafsirkan dan menerangkan
ayat Al-Qur’an dengan menggunakan ayat lainnya, bercakap-cakap dengan
menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an, dan metode menerangkan makna Al-Qur’an dengan
metode isyarat tangan. Sesuai standar dari Hijaz collage Islamic University,
dengan nilai 93, pada tanggal 19 Februari 1998 Husein menerima ijazah Doktor
Honoris Causa dalam bidang “Science of
The Retention of The Holy Quran”. Menurut standar yang ditetapkan Hijaz
College, peraih nilai 60-70 akan diberi sertifikat diploma, 70-80 sarjana kehormatan,
80-90 magister kehormatan, dan di atas 90 doktor kehormatan honoris causa.
Seorang
anak Iran bernama Sayyid Muhammad Husein Tabataba’i, yang mulai belajar
Al-Qur’an pada usia 2 tahun, dan berhasil hafal 30 juz dalam usia 5 tahun! Pada
usia sebelia itu dia tidak hanya mampu menghafal seluruh isi Al-Qur’an, tapi
juga mampu menerjemahkan arti setiap ayat ke dalam bahasa ibunya yaitu Persia,
memahami makna ayat-ayat tersebut, dan bisa menggunakan ayat-ayat itu dalam
percakapan sehari-hari. Bahka dia mampu mengetahui dengan pasti di halaman
berapa letak suatu ayat, dan di baris ke berapa, di kiri atau di kanan halaman
Al-Qur’an. Dia mampu secara berurutan menyebutkan ayat-ayat pertama dari setiap
halaman Al-Qur’an, atau menyebutkan ayat-ayat dalam satu halaman secara
terbalik, mulai dari ayat terakhir sampai ke ayat pertama.
Selama
di Inggris, Husein juga diundang dalam berbagai majelis yang diadakan komunitas
muslim setempat. Umunya para tamu undangan ingin menguji kemampuan bocah ajaib
tersebut. Uniknya, Husein menjawab semua pertanyaan dengan mengutip ayat
Al-Qur’an. Contohnya, dalam satu forum seseorang bertanya, Bagaimana pendapatmu
tentang budaya Barat? Husein menjawab, “(Mereka) menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya.” (QS 19:59).
Penanya lain bertanya, “Apa yang dilakukan Imam Khomeini terhadap Iran?” Husein
menjelaskan,”(Dia)membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.” (QS 7:15).
Maksudnya, pada pemerintahan monarki, rakyat Iran terbelenggu dan tertindas.
Lalu Imam Khomeini memimpin revolusi untuk membebaskan rakyat dari belenggu dan
penindasan.
Untuk
kasus Husein, proses pendidikan
Al-Qur’an telah dimulai sejak dia masih dalam kandungan. Orang tua
Husein menikah ketika mereka masing-masing berusia 17 tahun, dan setelah
menikah keduaanya bersama-sama berusaha menghafal Al-Qur’an. Tekad itu akhirnya
tercapai 6 tahun kemudian, ketika mereka berhasil menghafal 30 juz Al-Qur’an.
Dalam proses menghafal itu, keduanya membentuk kelompok khusus hafiz Al-Qur’an.
Dalam kelompok itu, secara teratur dan terprogram, orang tua Husein dan
rekan-rekannya yang juga berkeinginan untuk menghafal Al-Qur’an, bersama-sama
mengulang hafalan, mengevaluasi dan menambah hafalan. Orang tua Husein juga
mendirikan kelas-kelas pelajaran Al-Qur’an yang diikuti oleh para pencinta
Al-Qur’an.
Seiring
dengan kegiatan belajar dan mengajar Al-Qur’an orang tuanya, Husein dan
saudara-saudaranya tumbuh besar. Husein sejak kecil selalu diajak ibunya untuk
menghadiri kelas-kelas Al-Qur’an. Meskipun di kelas-kelas itu Husein hanya
duduk mendengarkan, namun ternyata dia menyerap isi pelajaran. Pada usia 2
tahun 4 bulan, Husein sudah menghafal juz ke-30 (juz amma) secara otodidak,
hasil dari rutinitasnya dalam mengikuti aktivitas ibunya yang menjadi penghafal
dan pengajar Al-Qur’an, serta aktivitas kakak-kakaknya dalam mengulang-ulang
hafalan mereka. Melihat bakat istimewa Husein, Ayahnya, Sayyid Muhammad Mahdi
Tabataba’i, pun secara serius mengajarkan hafalan Al-Qur’an juz ke-29. Setelah
Husein menghafal juz ke-29, dia mulai diajari hafalan juz pertama oleh ayahnya.
Awalnya,
sang ayah menggunakan metode biasa, yakni membacakan ayat-ayat yang harus
dihafal, biasanya setengah halaman dalam sehari dan setiap pekan. Namun ayahnya
menyadari bahwa metode seperti itu memiliki dua persoalan. Pertama, ketidak
mampuan Husein membaca Al-Qur’an membuatnya sangat tergantung kepada ayahnya
dalam mengulang-ngulang ayat yang sudah dihafal. Kedua, metode penghafalan
Al-Qur’an secara konvensional ini sangat kering dan tidak cocok bagi psikologis
anak usia balita. Selain itu, Husein tidak bisa memahami dengan baik makna
ayat-ayat yang dihafalnya karena banyak konsep-konsep yang abstrak, yang sulit
dipahami anak balita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar